Minggu, 01 Januari 2012

CONTOH SRIPSI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN PARIWISATA


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
            Pariwisata pada saat ini merupakan suatu kebutuhan mutlak manusia, baik yang melakukan perjalanan wisata maupun masyarakat sekitar daerah tujuan wisata. Wisatawan butuh dipuaskan keinginannya, sementara masyarakat sekitar lokasi berharap akan mendapatkan implikasi positif berupa peningkatan pendapatan dan kesejahteraan. Fenomena ini harus menjadi perhatian para pembantu kebijakan sebagaimana diamanatkan bahwa pembangunan kepariwisataan nasional diarahkan menjadi sektor andalan dan unggulan secara luas akan diterjemahkan sebagai penghasilan devisa terbesar yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha.
Perhatian pemerintah terhadap sektor pariwisata diwujudkan dalam berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004 – 2009, menjelaskan bahwa salah satu sasaran untuk meningkatkan sektor non migas adalah dengan meningkatkan kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa sehingga sektor pariwisata diharapkan mampu menjadi salah satu penghasilan besar. Berdasarkan hal tersebut, maka kebijakan pembangunan kepariwisataan diarahkan untuk meningkatkan efektifitas pemasaran melalui kegiatan promosi dan pengembangan produk-produk wisata serta meningkatkan sinergi dalam jasa pelayanan pariwisata.
Sebagai industri yang prospektif, maka upaya mengembangkan pariwisata untuk mendorong kemajuan ekonomi bangsa dilakukan berbagai Negara, tak terkecuali Indonesia. Program pengembangan pariwisata menjadi salah satu program pembangunan nasional di Indonesia yang secara terus menerus menjadi perhatian pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta menjadi salah satu andalan Pemerintah dalam memulihkan dari kondisi krisis bangsa.
Pada saat ini, kedudukan sektor pariwisata menjadi salah satu sektor andalan yang dapat meningkatkan devisa negara sebagai pendukung komoditi ekspor migas maupun non migas. Pengembangan sektor pariwisata dilakukan karena mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi penerimaan devisa negara dan disamping itu kegiatan pariwisata merupakan hal yang terkait erat dengan sumberdaya yang unik dari suatu tujuan wisata yaitu dalam bentuk daya tarik alam dan daya tarik budaya.
Dalam upaya untuk melaksanakan program pembangunan pariwisata yang sedang giat-giatnya dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah Kabupaten Banjarnegara berusaha meningkatkan citra positif daerah dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya atau potensi pariwisata yang dimiliki.
Selain upaya pembangunan obyek dan daya tarik wisata dan kegiatan promosi untuk mensukseskan program sektor pariwisata, diperlukan pula fasilitas pelayanan wisatawan diantara sarana transpotasi, akomodasi yang nyaman, keamanan, kesehatan serta hal lain yang dianggap perlu untuk menunjang program pengembangan pariwisata. pada dasarnya pengembangan sektor pariwisata sangat di tentukan oleh pengembangan elemen-elemen nyata dan tidak nyata dari produk wisata itu sendiri. Sebagai contohnya adalah pembangunan waterboom pada Kolam renang Seruling mas.
Pemerintah Kabupaten Banjarnegara memiliki berbagaimacam potensi pariwisata yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beberapa potensi obyek wisata dan daya tarik wisata dimiliki pemerintah Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut :
1.      Kawasan Daratan Tinggi Dieng
Kawasan wisata ini merupakan perpaduan antara daya tarik budaya berupa percandian hindu tertua di Indonesia yang dilengkapi dengan musium purbakala dan daya tarik berupa : Kawah Sikidang, Kawah Sileri, Telaga Merdada, Kawah Candra dimuka dan Sumur Jala Tunda. Berdasarkan peraturan daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 14 Tahun 2004 tentang rencana induk pengembangan pariwisata Provinsi Jawa Tengah merupakan obyek wisata andalan di Provinsi Jawa Tengah.
2.      Taman Rekreasi dan Margasatwa Seruling mas
Obyek wisata ini dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara dengan dukungan paguyuban Seruan Eling Banyumas (SERULINGMAS). Obyek wisata berada pada lembah sungai serayu dengan daya tarik berupa Taman Marga Satwa, Taman rekreasi dan siphon (Bendungan) Banjarcahyana yang dibangun oleh Belanda.
3.      Bendungan Panglima Besar Sudirman
Bendungan ini merupakan bendungan terbesar di Asia Tenggara selain sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air, Bendungan Pangsar Soedirman juga dikembangkan sebagai wisata air.
4.      Obyek Wisata Minat Khusus Arung Jeram
Obyek wisata ini memanfaatkan alur sungai serayu sebagai wisata Arung Jeram karena sungai Serayu memiliki aksesibilitas yang mudah dijangkau dan jeram yang aman untuk wisatawan.
5.      Obyek wisata Taman Anglir Mendung
Obyek wisata ini memiliki daya tarik malam yang indah dan udara yang sejuk dikembangkan sebagai tempat istirahat.
6.      Obyek Wisata Curug Pitu
Obyek wisata ini berupa air terjun yang bertingkat dengan tujuh tingkatan dengan didukung oleh panorama alam yang indah dan perkebunan salak.
7.      Sentra Kerajinan Keramik di Klampok
Kerajinan keramik Klampok sudah ada sejak jaman pemerintahan Belanda. Perkembangannya saat ini sudah menjadi sebuah industri rakyat dengan pengemasan yang modern sehingga menjadi salah satu tempat kunjungan wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara.

8.      Desa Wisata Gumelem dengan daya tarik Bangunan – bangunan Kuno
Kerajinan Batik, Kerajinan Kerang dan Industri Tradisional berupa pembuatan peralatan dari besi seperti pisau, cangkul, dan kerajinan patung.
Dengan diberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah untuk memberikan peluang otonomi bagi daerah dalam membangun daerahnya.
Otonomi daerah merupakan titik tolak bagi daerah dalam mengembangkan dan mengelola aset-aset atau potensi sumberdaya yang dimilikinya bagi kepentingan pembangunan ekonomi daerah. Untuk itu, daerah perlu mencermati sektor-sektor strategis yang memiliki potensi kuat dalam menopang pembangunan di daerahnya. Salah satu sektor yang strategis yang dimiliki oleh Kabupaten Banjarnegara adalah sektor pariwisata. Sektor pariwisata ini perlu dikelola secara maksimal agar mampu untuk meningkatkan kunjungan wisata agar dapat memberikan multipliereffect berupa peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pendapatan masyarakat, devisa Negara, memperluas pemerataan kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta mendorong kegiatan ekonomi.
Industri pariwisata yang ingin bertahan lama, tidak dapat hanya mengandalkan pada pembangunan fisik semata seperti infrastruktur aksesibilitas, seperti jalan raya, pelabuhan, bandara, melainkan secara terpadu (integrated) dilakukan bersama dengan pengembangan kualitas individu pelaku kepariwisataan dan respon positif masyarakat disekitarnya. Pariwisata sebagai salah satu kegiatan pembangunan diupayakan dapat sejalan dengan konsep dan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pembangunan pariwisata berkelanjutan perlu menerapkan kaidah-kaidah : 1) pengembangan pariwisata berorientasi  jangka panjang dan menyeluruh (holistic) tidak hanya memanfaatkan tetapi sekaligus melestarikan obyek dan daya tarik wisata yang memberikan manfaat secara adil bagi semua, 2) pembangunan pariwisata yang sesuai dengan karakter wilayah, kondisi lingkungan, kontak sosial dan dinamika budaya, 3) penciptaan keselarasan sinergis antara kebutuhan wisatawan dan penyediaan oleh masyarakat local, yang memunculkan hubungan timbal balik dan saling menghargai, nilai, adat istiadat, kebiasaan, warisan budaya, 4) pemanfaatan sumberdaya pariwisata yang memperhitungkan kemampuan lestarinya yang pengelolaannya secara eco-efficiency (Reduce, Reuse dan Recycle) sehingga mencapai eco-effectivity (Redistribute, Reactual), 5) pengelolaan kegiatan pariwisata yang tanggap terhadap perubahan yang terjadi dari kedua sisi permintaan (pasar) dan penawaran (produk).
Ada dua hal penting yang menyebabkan metode yang bersifat partisipatif dikembangkan dalam rangka membantu memecahkan masalah masyarakat dan membantu merumuskan program untuk memecahkan masalah. Pertama, selama ini masyarakat cenderung dijadikan obyek dan kurang atau bahkan tidak terlibat dalam merumuskan masalah dan menyusun program pembangunan bagi dirinya sendiri. Kedua, dalam penerapan kebijakan yang membangun mereka masyarakat lebih banyak berlaku sebagai penerima dan bukan sebagai pelaku utama dari pembangunan yang pada dasarnya dimaksudkan untuk mereka sendiri. Selama ini penentuan dan perumusan masalah ditentukan oleh para ahli yang mengunakan metode survey yang berat sebelah kearah peneliti, sehingga seringkali tidak sesuai dengan masalah yang sesungguhnya dihadapi oleh masyarakat. Sehingga pada akhirnya justru tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dari program pembangunan diwilayahnya baik itu yang bersifat sosial-budaya dan peningkatan pada taraf ekonomi. Demikian juga dengan halnya yang terjadi di Kabupaten Banjarnegara, selama ini masyarakat setempat kurang atau tidak diikut sertakan dalam menyusun program pembangunan terutama pembangunan pariwisata.
Pengembangan pariwisata dengan pendelakan partisipasi perlu mendapatkan perhatian, terutama dalam konsep pengembangan pariwisata jangka panjang. Pariwisata memang belum tergali secara optimal, padahal sektor ini mendapatkan banyak keuntungan, baik dari pasar domestik maupun pasar internasional. Bermodal berbagai kondisi alam wilayah yang dimiliki Indonesia, keragaman masyarakat dan berbudaya yang berkualitas, maka pengembangan sector pariwisata berbasis masyarakat dianggap potensial untuk dikembangkan agar dapat menjadi sektor andalan penerimaan devisa.
Dengan demikian, diharapkan sektor pariwisata yang dikembangkan melalui partisipasi masyarakat dapat menjadi salah satu lokomotif perekonomian Indonesia. Sebab pengembangan sektor ini memiliki keterkaiatan erat dengan sektor lainnya, serta menjangkau berbagai elemen baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Sejalan dengan kondisi tersebut dan multiplier effect ekonomi yang demikian besar, maka pemerintah daerah Kabupaten Banjarnegaratelah membuat program pariwisata yang berisi kegiatan pokok yang secara bertahap harus dilaksanakan secara berkesinambungan yaitu :
1.      Memantapkan kebijakan dan strategi pembangunan pariwisata daerah yang berwawasan lingkungan dan berbasis kerakyatan.
2.      Menyusun grand strategy pengembangan objek wisata.
3.      Memperluas diversifikasi dan meningkatkan daya saing daerah tujuan dan produk pariwisata melalui : pengembangan wisata domestik, revitalisasi program daerah sadar wisata, pengembangan wisata alam (arung jeram) dan budaya serta wisata sungai, pengelolaan industri yang bertanggungjawab.
4.      Memantapkan strategi pemasaran pariwisata termasuk pengembangan riset serta analisis pasar wisata.
5.      Mengembangkan dan memantapkan promosi pariwisata di dalam maupun di luar negeri melalui berbagai media dan melalui kemitraan dengan berbagai lembaga didalam dan di luar negeri.
6.      Mengembangkan dan memperkuat database dan jaringan sistem informasi kepariwisataan.
7.      Mengembangkan sekaligus memantapkan koordinasi dan jaringan kerja antar sektor, instansi, wilayah, daerah dan pelaku pariwisata.
8.      Mengembangkan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan dan peraturan di bidang pariwisata antara pemerintah daerah dan pemerintah provinsi.
9.      Meningkatkan peran serta masyarakat dan UKM dalam pembangunan industri wisata.
10.  Mensosialisasikan UU Kepariwisataan pengganti UU No. 9/1990 tentang kepariwisataan.
11.  Pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana objek dan daya tarik wisata.
12.  Peningkatan dan pengembangan pelayanan publik.
Berbagai program tersebut akan berjalan baik apabila masyarakat memiliki keterlibatan secara langsung ataupun tidak dalam peningkatan prasaranan dan pemeliharaan prasarana. Upaya peningkatan peran dan kualitas keterlibatan masyarakat dan stakeholders dalam pembangunan pariwisata dengan pembentukan kelompok-kelompok sadar wisata sebagai motivator atau pelaku utama dan pengembangan budaya sapta pesona pada masyarakat disekitar obyek dan daya tarik wisata; membangun komunikasi antara masyarakat dan stakeholders dengan pihak-pihak terkait guna mendorong tumbuhnya kemampuan masyarakat dapat mengetahui apa yang menjadi permasalahannya dan bagaimana mengatasi masalah tersebut secara bersama-sama atau self assessment sehingga dengan atau tanpa bantuan fasilitasi pemerintah dapat meningkatkan kualitas keterlibatannya dalam pembangunan pariwisata, melalui penyelenggaraan forum delik masyarakat sebagai stakeholders kepariwisataan di Kabupaten Banjarnegara; mendorong perkuatan kelembagaan dan asosiasi kepariwisataan serta pelaku pariwisata.
Dikatakan pula bahwa pemberdayaan masyarakat setempat akan turut menentukan keberhasilan pengembangan sektor pariwisata dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah.
Pengembangan pariwisata melalui pendekatan merupakan salah satu mesin penggerak pertumbuhan ekonomi di daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah juga harus memperhatikan masalah infrastruktur fisik yang tentu saja sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dunia usaha dan industri pariwisata yang berbasis masyarakat.
Hal ini mengandung arti bahwa pemerintah daerah bias menyediakan jasa atau fasilitas khusus untuk memenuhi keinginan duia usaha atau industri pariwisata, khusunya yang menunjang pemberdayaan masyarakat. Dalam kebijakan pembangunan daerah, pemerintah Kabupaten Banjarnegara menetapkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan yang mendorong pembangunan di Kabupaten Banjarnegara. Kontribusi yang dapat diandalkan pada pembangunan ekonomi Kabupaten Banjarnegara pada sektor pariwisata, diantaranya di industri pariwisata dan jasa-jasa, dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang secara langsung mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut Pemerintah Kabupaten Banjarnegara melakukan pengembangan-pengembangan kawasan obyek wisata yang ada.
Untuk memasarkan obyek dan daya tarik wisata yang dimiliki, Pemerintah Kabupaten Banjarnegara melakukan berbagai program promosi baik didalam negeri maupun di luar negeri dengan bentuk roadshow, travel, dialog, dan aksesbilitas. Bentuk roadshow dilakukan oleh DISPARBUD dengan menyelenggarakan promosi diberbagai daerah baik di Banjarnegara itu sendiri maupun didaerah lain. Sedangkan travel yang dimaksud dalam skripsi ini adalah promosi dalam bentuk fasilitas akomodasi yang menjanjikan bagi wisatawan. Akomodasi yang memberikan kenyamanan tetapi dengan harga yang terjangkau. Untuk promosi dalam bentuk dialog, biasany dilakukan oleh lembaga tertentu seperti dari pihak Dissparbud. Maksud dari aksesbilitas disini adalah penyelenggaraan dan pengadaan fasilitas penunjang wisata yang memadai seperti pembuatan jalan yang memadai, homestay, perhotelan, dll.
Kegiatan promosi ini telah menjadikan daerah ini dikunjungi oleh wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Namun kegiatan promosi tersebut akan menjadi kurang berarti apabila masyarakat local itu sendiri tidak ikut berpartisipasi dalam sektor pariwisata di Banjarnegara. Partisipasi dari masyarakat merupakan langkah awal untuk membangun kerjasama antara pegawai pariwisata sebagai pembuat kebijakan dengan masyarakat sebagai pendorong suksesnya kebijakan tersebut dalam rangka pengembangan pariwisata. Atas dasar itulah peneliti mengambil judul “PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN BANJARNEGARA”



B.  PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka perumusan maka perumusan masalah yakni :
“Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Banjarnegara ?”

C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengembangan Pariwisata di Kabupaten Banjarnegara dengan mengakomodasi partisipasi masyarakat.

D. KERANGKA TEORI
  1. Pengembangan Pariwisata
      Dalam upaya mendalami kepariwisataan, perlu terlebih dahulu memahami berbagai definisi kepariwisataan secara komprehensif, sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan terutama Pasal 1 angka (1) sampai dengan (7) yang menyatakan bahwa :
1.      Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.
2.      Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
3.      Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan wisata, termasuk pengusaha obyek dan daya taris wisata, serta usaha-usaha yang terkait dengan bidang tersebut.
4.      Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata.
5.      Usaha pariwisata adalah usaha yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut.
6.      Obyek dan daya tari wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.
7.      Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan lias tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
Kepariwisataan dapat dipandang sebagai sesuatu yang abstrak. Secara khusus kepariwisataan dapat dipergunakan sebagai suatu alat untuk memperkecil kesenjangan saling pengertian di antara negara-negara yang sudah berkembang yang biasanya adalah negara-negara wisatawan atau negara “Pengirim Wisatawan” dengan negara-negara yang sedang berkembang yakni negara-negara kunjungan wisatawan atau negara “Penerima Wisatawan”.
Pada dasarnya bagian-bagian dari gejala pariwisata terdiri dari 3 unsur yakni : Manusia (unsur insani sebagai pelaku kegiatan pariwisata), Tempat (unsur fisik sebenarnya tercakup oleh kegiatan itu sendiri), dan Waktu (unsur tempo yang dihabiskan dalam perjalanan itu sendiri dan selama berdiam di tempat tujuan). Inilah unsur-unsur yang menjadi persyaratan terjadinya gejala pariwisata tersebut. Tetapi ada faktor kas lainnya yang dituntut untuk membedakan kegiatan pariwisata dari suatu kegiatan jalan-jalan “cuci mata” atau makan angin pada suatu saat tertentu.
Selain itu, ada faktor-faktor khas yang dimaksud bepergian, sifat sementara bebergian tersebut penggunaan fasilitas wisata dan yang dianggap paling penting yaitu faktor kenikmatan dan perasaan yang rileks berkreasi. Dari faktor tersebut, bukanlah faktor kepariwisataan yang mutlak, meskipun dalam beberapa hal kaidah kenikmatan dan rekreasi bukanlah tujuan utama kepergian mereka, melainkan orang yang berpariwisata berbisnis.
Segi lain pariwisata hendaknya dilihat dari sudut pandang negara penerima wisatawan. Didalam konteks ini pariwisata hendaknya dipandang sebagai suatu industri yang turut memberi andil dalam pembangunan sosial dan ekonomi, baik negara maju atau sedang berkembang, maka badan usaha dan organisasi tersebut harus dianggap sebagai suatu kesatuan industri, diantaranya : titik berat tulang punggung perekonomian dewasa ini sedang beralih dari industri klasik, zaman : Revolusi Industri, ini mempunyai dimensi-dimensi dan persepesi-persepesi yang bervariasi pula. Lagi pula pariwisata sebagai suatu sektor yang komplek, meliputi industri-industri dalam arti yang klasik, seperti misalnya industri kerajinan tangan dan industri cendra mata. Begitu juga penginapan dan transportasi secara ekonomi juga dipandang sebagai industri.
Definisi klasik mengenai industri ini, sudah membuka jalan pendekatan secara lebih modern menuju suatu batasan arti bahwa indutri sebagai suatu kelompok badan usaha yang menghasilkan barang-barang secara lebih modern menuju suatu batasan arti bahwa industri sebagai suatu kelompok badan usaha yang menghasilkan barang-barang tertentu. Suatu industri dianggap oleh konsumen harus saling menunjang secara sempurna, walaupun secara fisik industri itu mungkin berbeda. Definisi itu dapat juga diperluas pengertiannya sehingga mencakup badan-badan usaha yang menghasilkan suatu jenis produksi melalui proses yang sama.
Apakah jasa-jasa termasuk pada kelompok pengertian industri atau tidak, pertanyaan ini hanya masalah sematik (arti kata) istilah industri itu. Mendesaknya kebutuhan dalam kehidupan ekonomi modern telah mengakibatkan begitu kompleksnya bidang produksi dan begitu bervariasinya aktivitas produksi sehingga pengertian kita mengenai apa yang dimaksud dengan istilah industri harus ditinjau kembali. Suatu produk apakah yang dapat dijamah atau tidak dapat dijamah, jika memenuhi kebutuhan tertentu manusia, haruslah dianggap sebagai suatu produk industri. Jika serangkaian suatu produk yang dihasilkan oleh berbagai badan usaha dan organisasi kerja menunjukan secara khusus bahwa fungsi mereka secara menyeluruh ada kaitan dan membuktikan kedudukan mereka di dalam kehidupan ekonomi, maka badan usaha dan organisasi tersebut harus dianggap sebagai suatu kesatuan industri.
Departemen pariwisata, Pos dan Telekomunikasi RI (dalam Karyono, 1997:20:21) mendefinisikan wisatawan berdasarkan rumusan hasil sidang IX WTO (Word Tousrism Organization) di Buenos aires, Argentina yang diselenggarakan pada tahun 1991, sebagai berikut : wisatawan merupakan seorang pengunjung untuk sekurang-kurangnya satu malam tetapi tidak lebih dari melaksanakan suatu kegiatan yang mendatangkan penghasilan dari negeri yang dikunjungi.
      Berdasarkan sifat perjalanannya dan lokasi dimana perjalanan wisata dilakukan, Karyono (1997:21-22), mengklasifikasikan wisatawan sebagai berikut :
1.      Wisatawan Asing (Foreign Tourist) adalah orang asing yang melakukan perjalanan wisata yang datang memasuki suatu Negara lain yang bukan merupakan Negara dimana ia biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga wisatawan mancanegara atau disebut wisman. Wisatawan asing yang biasanya berkunjung ke Banjarnegara adalah wisatawan dari Malaysia, Singapore ataupun Australia. Wisatawan biasanya berkunjung ke Dieng.
2.      Domestic Foreign Taurist adalah orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal disuatu Negara karena tugas, dan melakukan perjalanan wisata diwilayah Negara dimana ia tinggal misalnya, staf kedutaan Belanda, melakukan perjalanan wisata di Indonesia (tempat ia Bertugas). Di Banjarnegara pada khususnya, biasanya terdapat domestic foreign tourist. Misalnya saja, pada saat diselenggararan Australian rafting 2010 yang diselenggarakan di pusat rafting singomerto Banjarnegara, maka terdapat beberapa domestic foreign tourist yang tinggal di Banjarnegara, baik menjadi juri atau peserta lomba. Kegiatan tersebut dihadiri oleh berbagai negara seperti Malaysia, Filipina, Australia, dan beberapa peserta dari negara lain.
  1. Partisipasi masyarakat
Istilah partisipasi sering digunakan di dalam kajian tentang peranan anggota masyarakat baik formal maupun non formal. Partisipasi merupakan keikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan. Jadi partisipasi adalah Keterlibatan sejumlah besar orang dalam usaha menigkatkan kesejahteraan sosial (Joyomartono 1991: 63) Bahwa berhasilnya pembangunan nasional sebagai pengamalan pancasila tergantung dari Partisipasi seluruh rakyat serta sikap mental, tekad dan semangat, ketaatan dan disiplin dalam menyelenggarakan  pembangunan.
Suatu program yang menyangkut aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat tidak akan berhasil tanpa peran aktif masyarakat, baik kedudukannya sebagai obyek maupun subyek dalam pengembangan hutan rakyat. Definisi partisipasi digunakan di dalam kontek yang beragam baik secara khusus ataupun umum. Menurut Awang (1999), partisipasi adalah keterlibatan aktif dan bermakna dari masa penduduk pada tingkatan berbeda seperti:
a.       Di dalam pembentukan keputusan untuk menentukan tujuan-tujuan tersebut
b.      Pelaksanaan program-program dan proyek-proyek secara sukarela dan pembagian yang merata
c.       Pemanfaatan hasil-hasil dari suatu program atau suatu proyek
Jadi partisipasi masyarakat disini merupakan partsipasi aktif baik dalam identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, monitoring maupun evaluasi dalam suatu kegiatan atau program pembangunan. Pemahaman arti partisipasi tidak cukup hanya pada pengertian secara harfiah. Menurut Slamet (1989) memahami arti partisipasi dapat dilihat dari 3 pandangan, khususnya dalam partisipasi pembangunan :
a.       Cara pandang dimana partisipasi merupakan kegiatan pembagian massal dari hasil-hasil pembangunan
b.      Cara pandang dimana masyarakat secara massal telah menyumbang jerih payah dalam pembangunan
c.       Partisipasi harus terkait dengan pengambilan keputusan di dalam pembangunan, misalnya pembangunan hutan rakyat melalui strategi program penghijauan
Partisipasi memang mempunyai arti yang sangat beragam, sehingga selama 10 tahun terakhir ini, istilah partisipasi menjadi sangat terkenal dalam kontek berbagai kegiatan pengembangan pariwisata di Indonesia maupun di seluruh dunia. Partisipasi masyarakat lebih lanjut akan menyebabkan keterlibatan masyarakat dalam mengikuti perubahan yang lebih nyata. Adanya perasaan ikut memiliki dan partisipasi masyarakat menunjukkan adanya interaksi antara masyarakat dengan hutan di dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Masyarakat sebanyak mungkin ikut serta atau berperan aktif dengan pemerintah untuk menjamin keberhasilan pembangunan. Partisipasi disini bisa berupa partisipasi buah pikiran atau ide, partisipasi ketrampilan atau tenaga, partisipasi sosial dan partisipasi dalam pelaksanaan program. Dari partisipasi ini banyak hal yang dapat diserap, diantaranya rasa kompetisi, rasa tanggung jawab dan solidaritas.
Partisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam nasional termasuk dalam pengembangan pariwisata sangat penting dimasyarakatkan kepada semua pelaku yang terlibat. Partisipasi tidak berarti hanya berasal dari rakyat dan masyarakat, atau hanya dari pemerintah saja, tetapi partisipasi harus datang dari semua pihak baik rakyat atau masyarakat maupun pemerintah, pihak swasta, dan lain-lain. Jadi jelas kiranya bahwa yang dimaksud dengan partisipasi adalah kemampuan sistem pengelolaan sumber daya hutan nasional untuk membuka kesempatan seluas-luasnya kepada semua pihak yang terlibat dalam pengeloaan untuk mengambil bagian secara aktif, mulai dari kegiatan identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi (Simon, dkk., 1999).
Ada berbagai tingkatan dan arti partisipasi masyarakat antara lain :
a.       Partisipasi Manipulasi (Manipulative Participation)
Karakteristik dari model partisipasi ini adalah keanggotaan bersifat keterwakilan pada suatu komisi kerja, organisasi kerja, dan atau kelompok-kelompok. Jadi tidak berbasis pada partisipasi individu
b.      Partisipasi Pasif (Passive Partisipation)
Partisipasi rakyat dilihat dari apa yang telah diputuskan atau apa yang telah terjadi, informasi dari administrator tanpa mau mendengar respon dari rakyat tentang keputusan atau informasi tersebut. Informasi yang disampaikan hanya untuk orang-orang luar yang professional
c.       Partisipasi Melalui Konsultasi (Partisipation by Consultation)
Partisipasi rakyat dengan berkonsultasi atau menjawab pertanyaan. Orang dari luar mendefinisikan masalah-masalah dan proses pengumpulan informasi, dan mengawasi analisa. Proses konsultasi tersebut tidak ada pembagian dalam pengambilan keputusan, dan pandangan-pandangan rakyat tidak dipertimbangkan oleh orang luar
d.      Partisipasi Untuk Insentif (Partisipation for Material Incentives)
Partisipasi rakyat melalui dukungan berupa sumber daya, misalnya tenaga kerja, dukungan pangan, pendapatan atau insentif material lainnya. Mungkin petani menyediakan lahan dan tenaga, tetapi mereka dilibatkan dalam proses percobaan-percobaan dan pembelajaran. Kelemahan dari model partisipasi ini adalah apabila insentif habis maka teknologi yang digunakan dalam program juga tidak akan berlanjut.

e.       Partisipasi Fungsional (Functional Participation)
Partisipasi dilihat dari lembaga eksternal sebagai suatu tujuan akhir untuk mencapai target proyek, khususnya mengurangi biaya. Rakyat mungkin berpartisipasi melalui pembentukan kelompok untuk menentukan tujuan yang terkait dengan proyek. Keterlibatan seperti itu mungkin cukup menarik, dan mereka juga dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, tetapi cenderung keputusan tersebut diambil setelah keputusan utama ditetapkan oleh orang luar desa atau dari luar komunitas rakyat desa yang bersangkutan
f.       Partisipasi interaktif (Interactive Participation)
Partisipasi rakyat dalam analisis bersama mengenai pengembangan perencanaan aksi dan pembentukan atau penekanan lembaga lokal. Partisipasi dilihat sebagai suatu hak, tidak hanya berarti satu cara untuk mencapai target proyek saja, tetapi melibatkan multi-disiplin metodologi dan ada proses belajar terstruktur. Pengambilan keputusan bersifat lokal oleh kelompok dan kelompok menentukan bagaimana ketersediaan sumber daya yang digunakan, sehingga kelompok tersebut memiliki kekuasaan untuk menjaga potensi yang ada di lingkungannya
g.      Partisipasi inisiatif (Self-Mobilisation)
Partisipasi rakyat melalui pengambilan inisiatif secara indenpenden dari lembaga luar untuk melakukan perubahan sistem. Masyarakat mengembangkan hubungan dengan lembaga eksternal untuk advis mengenai sumber daya dan teknik yang mereka perlukan, tetapi juga mengawasi bagaimana sumber daya tersebut digunakan. Hal ini dapat dikembangkan jika pemerintah dan LSM menyiapkan satu kerangka pemikiran untuk mendukung suatu kegiatan.
Untuk Kabupaten Banjarnegara itu sendiri, wujud partisipasi inisiatif tengah dilakukan. Masyarakat beserta Pemerintah daerah bekerjasama mencari investor asing, khususnya jepang dalam pengembagan sektor industri melalui dunia pariwisata. Dalam hal ini kegiatan rafting yang sempat dilakukan di Banjarnegara juga merupakan satu bentuk promosi ke negara lain.

E.     DEFINISI KONSEPSIONAL
1.      Pengembangan Pariwisata
Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Pengemabangan pariwisata merupakan upaya yang dilaksanakan dan memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah dan masyarakat melalui berbagai wahana yang dimiliki pemerintah daerah sebagai aset baik buatan maupun wisata alam.
2.      Partisipasi Masyarakat
Keterlibatan sejumlah besar orang dalam usaha menigkatkan kesejahteraan sosial (Joyomartono 1991: 63). Partisipasi yang dimaksud adalah keterlibatan masyarakat Banjarnegara dalam mensukseskan dunia pariwisata di Banjarnegara, tidak hanya dalam hal penambahan prasarana tetapi juga pemeliharaan prasarana yang telah ada.

F. DEFINISI OPERASIONAL
Dari kerangka teori diatas, maka dapat ditarik indikator-indikator sebagai acuan dalam penelitian yaitu sebagai berikut :
1.      Aktivitas masyarakat dalam berpartisipasi dibidang sarana dan prasarana
2.      Aktivitas masyarakat dalam berpartisipasi dibidang promosi pariwisata
3.      Aktivitas masyarakat dalam berpartisipasi dibidang investasi pariwisata

G. METODE PENELITIAN
1.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Bodgan dan Taylor (www.google.com) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Peneliti ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan alasan sebagai berikut:
a.       Penelitian ini dilakukan pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan.
b.      Penelitian ini menggunakan manusia (peneliti sendiri) sebagai alat penelitian.
c.       Teknik analisis data menggunakan pendekatan secara induktif.
d.      Menggunakan teori dari dasar.
e.       Data disajikan secara deskriptif.
f.       Penelitian ini lebih menekan proses daripada hasil.
g.      Penelitian ini menggunakan desain yang berubah-ubah disesuaikan dengan kenyataan lapangan.
h.      Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif.
2.       Unit Analisis
a.       Lokasi Penelitian
Penelitian partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pengembangan pariwisata memiliki lokasi studi di Kabupaten Banjarnegara yang memiliki berbagai macam potensi pariwisata
b.      Obyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang akan dijadikan obyek penelitian adalah pengembangan pariwisata di Banjarnegara
c.       Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang akan dijadikan subyek penelitian adalah masyarakat Banjarnegara
d.      Informan
Selanjutnya untuk mendapatkan informan yang representatif digunakan teknik purposive sampling dimana peneliti mengambil informan sesuai denngan kebutuhan penelitian. Adapun informan penelitian ini adalah 2 orang perwakilan dari Dinas Pariwisata dan 6 orang dari perwakilan masyarakat Banjarnegara, dengan total informan 8 orang.
3.      Teknik Pengumpulan Data
Dalam studi ini sumber informasi digolongkan dalam dua kategori yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari sumber utama dan dikumpulkan secara khusus untuk menjawab pertanyaan penelitian. Sedangkan data sekunder digunakan untuk mengisi kebutuhan akan rujukan khusus pada beberapa hal. Adapun teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.       Observasi
Teknik observasi dalam penelitian ini digunakan secara integral yaitu parsitipasi dan non partisipasi yang disesuaikan dengan obyek atau sasaran yang diamati. Adapun fokus yang akan diamati adalah lokasi-lokasi pariwisata yang ada di Banjarnegara serta Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara.
b.      Wawancara
Teknik wawancara ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data primer yang dilakukan secara mendalam dimana peneliti melakukan komunikasi timbal balik untuk memperoleh data atau informasi dari beberapa informan berdasarkan serangkaian pertanyaan sebagaimana tertera dalam pedoman wawancara. Hal-hal utama yang akan menjadi topik pembicaraan adalah:
1)      Aktivitas masyarakat dalam berpartisipasi dibidang sarana dan prasarana
2)      Aktivitas masyarakat dalam berpartisipasi dibidang promosi pariwisata
3)      Aktivitas masyarakat dalam berpartisipasi dibidang investasi pariwisata
c.       Dokumentasi
Dokumen merupakan teknik pengambilan data dengan mengumpulkan dokumen sebanyak-banyaknya. Teknik ini merupakan tehnik awal atau lanjutan dalam penelitian sosial budaya. Sebagai tehnik awal yang dimaksud dengan dokumentasi adalah mencari data-data seperti hasil penelitian terdahulu, monografi, brosur-brosur data statistik setempat sebagai tehnik lanjutan yaitu mencari data-data dan arsip-arsip atau sumber-sumber arsip lain dan perpustakaan lokal.
Dokumen digunakan sebagai dasar untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada dalam penelitian ini seperti jumlah wistaman yang berkunjung, tingkat investasi pelaku usaha, dan sebagainya.
4.       Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan peneliti adalah teknik kualitatif dimana peneliti menggunakan kata-kata secara deskriptif untuk menjelaskan fakta yang diperoleh peneliti dalam menyusun skripsi. Alwasilah (2001, h.169) menjelaskan bahwa uji keabsahan data dilakukan supaya diperoleh kebenaran dan kejujuran dari sebuah deskripsi, kesimpulan, penjelasan, tafsiran, dan segala jenis laporan.  Pada penelitian ini, uji validitas meliputi :
a.             Validitas deskripsi yaitu data yang terkumpul harus dideskripsikan secara benar dan jujur. Pada penelitian ini untuk mendapatkan validitas deskripsi, peneliti melakukan : wawancara direkam kemudian ditranskrip, sedangkan untuk observasi peneliti mencatat hasil pengamatan secara rinci, lengkap, konkret dan kronologis (seperti mencantumkan tanggal, jam, tempat, apa yang diamati)
b.            Validitas interpretasi yaitu data ditafsirkan sebagaimana adanya. Pada penelitian ini untuk mendapatkan validitas interpretasi, peneliti melakukan : pengambilan subyek penelitian benar-benar sesuai kriteria penelitian, menggunakan pedoman wawancara dan observasi saat melakukan wawancara dan observasi, melakukan konfirmasi ulang baik lewat subyek yang bersangkutan maupun informan.
c.             Validitas teori dengan terbuka terhadap segala jenis data, memeriksa segala sesuatu yang ada di luar, membuat pertentang dan perbandingan, memberi bobot, triangulasi. Pada penelitian ini untuk mendapatkan validitas teori, peneliti melakukan : pengujian data-data yang diperoleh dengan teori yang sudah ada.
Sedangkan teknik analisis data dilakukan dengan cara tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles 1992: 16-19)
a.             Reduksi data  merupakan proses pemilihan, pemusatan perhartian pada penyerderhanaan, pengabstrakan, transformasi data” kasar” dari catatan-catatan tertulis dilapangan hingga laporan akhir lengkap tersusun.
b.            Penyajian data berwujud kesimpulan informasi yang tersusun sehingga memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
c.             Penarikan simpulan atau verifikasi yaitu berupa intisari dari penyajian data yang merupakan hasil dari analisis yang dilakukan dalam penelitian. Penarikan simpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna atau arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat atau mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih cepat.