Konservasi Tanah dan Air di Lahan Kering
Berdasarkan data yang dibuat oleh
puslitbangtanak pada tahun 2002, potensi lahan kering di Indonesia sekitar
75.133.840 ha. Suatu keadaan lahan yang sangat luas. Akan tetapi lahan-lahan
kering tersebut tidak begitu menghasilkan dan berguna bagi masyarakat yang
tinggal di sekitar area lahan kering. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya
teknologi pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin
kritisnya lahan-lahan kering.
Erosi, kekurangan air dan kahat unsur
hara adalah masalah yg paling serius di daerah lahan kering. Paket-paket
teknologi untuk mananggulangi masalah-masalah tersebut juga dah banyak, akan tetapi kurang optimal di
manfaatkan karena tidak begitu signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan
petani daerah lahan kering. Memang perlu kesabaran dalam pengelolaan daerah
lahan kering, karena meningkatkan produktivitas lahan di daerah lahan kering
yang kondisi lahannya sebagian besar kritis dan potensial kritis tidaklah mudah.
Konservasi tanah dan air merupakan cara
konvensional yang cukup mampu menanggulangi masalah diatas. Dengan menerapkan
sisitem konservasi tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi,
menyediakan air dan meningkatkan kandungan hara dalam tanah serta menjadikan
lahan tidak kritis lagi. Ada 3 metode dalam dalam melakukan konservasi tanah
dan air yaitu metode fisik dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan
memanfaatkan vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air
serta metode kimia yaitu memanfaatkan bahan2 kimia untuk mengaawetkan tanah.
Menurut Sitanala Arsyad (1989),
Konservasi Tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan
yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan
syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan
konservasi Air menurut Deptan (2006) adalah upaya penyimpanan air secara
maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara efisien pada musim
kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air selalu berjalan beriringan dimana
saat melakukan tindakan konservasi tanah juga di lakukan tindakan konservasi
air.
Dengan dilakukan konservasi tanah dan air
di lahan kering diharapkan mampu mengurangi laju erosi dan menyediakan air
sepanjang tahun yang akhirnya mampu meningkatkan produktivitasnya. Tanah2 di
daerah lahan kering sangat rentan terhadap erosi. Daerah lahan kering biasanya
mempunyai curah hujan yg rendah dan intensitas yg rendah pula, dengan kondisi
seperti itu menyebabkan susahnya tanaman2 tumbuh dan berkembang, padahal
tanaman merupakan media penghambat agar butiran hujan tidak berbentur langsung
dengan tanah. Benturan seperti inilah yg menyebabkan tanah mudah terurai
sehingga gampang di bawa oleh aliran air permukaan dan akhirnya terjadi erosi.
Pemanfaatan vegetasi pada system konservasi tanah dan air selain sebagai
penghambat benturan juga berguna sebagai penghambat aliran permukaan,
memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan kadar air tanah.
Penggabungan metode vegetatif dan fisik
dalam satu teknologi diharapkan mampu mengefisienkan waktu dan biaya yg
dibutuhkan. Misalkan penanaman tanaman pada sebuah guludan ato penanaman
tanaman di sekitar rorak. Dan langkah terakhir yg di harapkan adalah penanaman
tanaman yg bernilai ekonomis tinggi seperti jambu mete.
Keberhasilan pelaksanaan konservasi air tanah sangat ditentukan oleh keterpaduan dan koordinasi dari para fi hak yang berkepentingan (stakeholders).
Perlu segera diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Air Tanah dan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Cekungan Air Tanah.
Penyusunan pola dan rencana pengelolaan sumber daya air pada suatu wilayah sungai (WS) perlu memperhatikan kondisi air tanah pada cekungan air tanah (CAT) yang terdapat di dalam WS yang bersangkutan, termasuk bagian CAT yang berada di luar WS.
Upaya pemulihan air tanah yang telah kritis merupakan suatu keharusan untuk segera diimplementasikan, tidak lagi sekedar wacana, sehingga perlu adanya komitmen dari semua fihak.
Diperlukan kesamaan persepsi dari para fi hak yang terkait dalam memahami permasalahan air tanah, agar pengelolaan air tanah dapat dilaksanakan secara berhasil guna dan sesuai dengan azas-azas konservasinya.
Kemerosotan kondisi air tanah harus disikapi dengan memperketat izin pengambilan sesuai dengan Undang- Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Rekayasa konservasi air tanah perlu ditekankan kepada bentuk nonvegetatif, misalnya pembuatan sumur imbuhan/resapan.
Pembangunan di kawasan resapan air yang dilaksanakan dengan rekayasa teknologi akrab lingkungan dapat meningkatkan peresapan air secara signifi kan.
Pemodelan air tanah, terutama model deterministik (numeric) sangat membantu fi hak regulator dalam mengelola dampak negative sumber air tanah dan kondisi alam di sekitarnya.
Metode penjajakan suhu air tanah menunjukkan suhu air tanah di daerah imbuhan air tanah lebih rendah dari pada suhu air tanah di daerah lepasan air tanah, sehingga dapat membedakan antara daerah imbuhan dan daerah lepasan tersebut, serta arah aliran air tanah.
Diharapkan pengelola air tanah dapat menyediakan data real time tentang ketersediaan air tanah di daerah yang mengalami kekeringan, guna mencari alternatif solusi pemenuhan kebutuhan akan air di daerah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar